Jumat, 26 September 2008

mudik lagi

sudah dua hari aku berada di Pandeglang. biasa jadwal rutin tahunan setiap lebaran. Alhamdulillah sudah dua tahun terakhir ini aku bisa berlebaran bersama keluargaku di Pandeglang. Senang rasanya. Akan tetapi ada yang hampa sejak lebaran tahun lalu. Alasannya adalah karena lengkap sudah aku menjadi yatim piatu. Sudah memiliki keluarga ternyata tetap saja kehadiran orang tua tidak bisa tergantikan oleh apapun.
Tradisi mudik tampaknya harus kita maknai lebih dalam tidak sekedar pulang kampung, tapi juga ajang berbagi dan silaturahim dengan sanak saudara yang sudah lama tidak berjumpa. Bahkan yang elbih hakiki adalah aku memaknai mudik sebagai introspeksi akan kembalinya kita pada Sang Pencipta. Dimanapun kita berada pada saat ini, kita pasti kembali kepada Robb, pemelihara alam raya. Selayaknya kita mempersiapkan diri untuk mudik, pulang ke kampung akhirat yang memang pasti kita akan menuju ke sana...

Minggu, 21 September 2008

Berburu Ilmu

Nabi berpesan bahwa tuntutlah ilmu walaupun sampai ke negeri cina
Menuntut ilmu wajib hukumnya bagi kaum muslimin dan muslimat dari buaian sampai liang lahat.
Satu tahun sudah aku menempuh program pascasarjana pada sebuah perguruan tinggi negeri di Bandung.
Tapi seringkali aku berpikir apakah keinginanku untuk mengembil program master ini diridloi atau tidak? Konsekuensinya adalah aku harus meninggalkan keluargaku. Tapi aku yakin ini sidah merupakan scenario dari Allah SWT karena ternyata dalam perjalannaku selama kuliaih lagi banyak hikmah yang dapat diambil.
Meninggalkan keluargaku pun sebenarnya tidak seratus persen benar karena selama aku menempuh sekolah S2 aku membawa serta ketiga anakku. Bahkan ketika aku dalam perjalanan studi pun aku dikaruniai lagi seorang anak perempuan, jadi aku melahirkan anak keempat di Bandung. Hanya suami saja yang bolak-balik menjenguk kami. Itu pun tidak terlalu lama kami berpisah karena pekerjaan suami yang tidak mengikat. Ia aktif menjalankan bisnis pemasaran jaringan.
Banyak kisah perjalanan yang aku temui di Bandung. Yang paling membekas adalah saat anak-anakku sakit ketika jauh dari suami. Astagfirullah …mungkin ini hukuman dari Allah SWT atas kekhilafanku dalam menjalankan tugas dan kewajiban sebagai makhluk ciptaan-Nya, atau buah dari kelalaianku sebagai seorang ibu dan isteri…Tapi kadang aku berpikir bahwa ini bukan azab…Allah SWT hanya sedang mengingatkanku agar aku lebih sabar dan tawakal kepada-Nya…agar aku terus meningkatkan keimanan dan kepercayaan kepada-Nya…agar aku terus selalu berburu ilmu, tidak saja tentang ilmu-ilmu keduniaan yang sekarang sedang aku tempuh secara formal, tetapi ilmu tentang kehidupan jauh lebih penting agar bisa mengenali diri dan sang Maha Pencipta serta mampu menempatkan diri.
Untuk menimba ilmu secara fisik aku lakukan melalui kegiatan tatap muka dalam perkuliahan. Paling banyak 3 hari pertemuan dalam satu minggu. Bukan waktu yang lama untuk mendapatkan materi keilmuan. Aku lebih banyak menghabiskan waktu di rumah bersama anak-anak. Ini sebenarnya sebuah peluang emas bagiku untuk bisa mengatur waktu termasuk mewujudkan keinginanku untuk membuat sebuah buku.
Kembali kepada topik berburu ilmu. Tentunya bukan bermaksud ingin menggurui. Hanya ingin berbagi sedikit pengalaman dari jutaan kisah kehidupan.
Terinspirasi dari firman Allah SWT dalam Al-Qur’an surat Al-Mujaadillah ayat 11 yang sebagian artinya adalah ...Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah adalah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
Ada beberapa hikmah yang bisa dipetik dari ayat tersebut, di antaranya adalah:
menuntut ilmu merupakan perintah dari Allah SWT kepada orang-orang yang beriman. Jadi ketika kita menghendaki kesempurnaan iman maka kita harus menuntut ilmu. Yang menjadi kewajiban bagi setiap muslim adalah mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat fardu ain, yaitu yang berkaitan dengan kehidupan pribadi menyangkut hubungannya dengan Allah SWT, seperti tentang ketauhidan dan syariah.
ketika seseorang sudah memiliki ilmu, Allah akan meninggikan derajatnya. Siapa yang mampu merendahkan orang yang telah ditinggika derajatnya oleh Allah SWT. Biarpun seluruuh manusia di dunia bermaksud merendahkannya, tidak akan mampu melawan kehendak-Nya. Pelajarannya bagi kita adalah menunut ilmu itu harus dilandasi dengan keikhlasan, bukan ingin mencari gelar atau popularitas. Keduanya sudah menjadi otoritas Allah SWT. Ketika kita sudah melakukan semua yang diperintahkan oleh-Nya, pasti akan ada balasan yang setimpal. Implikasinya dalam menuntut ilmu sebenarnya tidak perlu ada kriminalitas dalam dunia pendidikan ketika kita yakin bahwa hanya Alloh satu-satunya yang berkuasa. Tidak perlu ada kasus penjiplakan karya tulis atau plagiat atau pembelian ijazah untuk kepentingan mendapatkan kedudukan atau jabatan. Rtidak perlu juga ada yang namanya perjokian dalam setiap ujian masuk, baik ujian masuk perguruan tinggi maupun ujian penerimaan calon pegawai. Yakinlah bahwa Allah Maha Mengetahui dan Mahaadil. Ketika melakukan kecurangan Allah pasti akan membalasnya dengan balasan yang setimpal.
kedudukan atau kemuliaan seseorang dalam jabatannya pada prinsipnya merupakan konsekuensi logis dari orang-orang yang beriman. Oleh karena itu, orang-orang yang berilmu dengan dilandasi iman kepada Allah SWT pasti kehidupannya akan terjamin, baik kehidupan di dunia maupun di akhirat. Yang menjamin kehidupannya adalah Sang Penguasa alam raya beserta isinya. Kalau kita renungkan lebih jauh, maka tidak perlu menyayangkan banyaknya jumlah uang yang dikeluarkan ketika kegiatan menuntut ilmu itu dilandasi oleh keimanan. Menuntut ilmu yang dilandasi oleh iman akan menghasilkan profesor-profesor yang berbudi dan memakmurkan bumi, bukan merusaknya.
bagi para pendidik dan pengajar ayat ini memberikan pelajaran bahwa sebenarnya yang harus didahulukan adalah bagaimana membuat peserta didik memiliki keimanan dan akhlaq yang benar. Ketika kedua aspek tersebut sudah dikembangkan dan dijadikan prioritas dalam sebuah lembaga pendidikan, yakinlah bahwa akan banyak tumbuh bibit-bibit unggul yang berkualitas. Maka tepatlah sebuah ungkapan bahwa ilmu tanpa amal lumpuh, ilmu tanpa iman buta.

Kembali pada persoalan menuntut ilmu. Ayat terebut merupakan landasan bagi setiap lembaga pendidikan dalam semua jenjang. Artinya ketika berkaitan dengan output sebuah jenis pendidikan maka sebenarnya bukanlah orang yang pintar yang harus dihasilkan, tetapi orang dengan keimanan yang benar. Mengapa demikian? Walaupun mungkin ini akan menimbulkan kontroversi, ada sebuah keyakinan dalam diri peserta didik yang menjadi pedoman, patokan, pengendali, bagaimana seharusnya ia menuntut ilmu dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain meskipun masalah iman adalah masalah yang sangat bersifat prinsip dan personal, paling tidak selalu ada rem dalam setiap individu peserta didik agar tidak melakukan perbuatan yang negatif. Orang-orang dengan keyakinan yang benar tentu akan melakukan hal yang benar pula. Seseorang dengan keyakinan (keimanan) yang benar dapat diluhat dari sikap, perbuatan, bahkan prestasi akademisnya.
Orang-orang yang memiliki iman yang teguh tidak akan menghalalkan segala cara. Ia akan selalu berbuat seperti apa yang diperintahkan oleh Tuhan seperti apa yang telah dituntunkan oleh nabi. Ia akan memiliki kebebasan yang bertanggung jawab.

lama tak jumpa

Persis satu bulan aku tidak menulis pada blog ini. Alasannya, tak perlu diungkapkan....karena tak akan ada alasan yang mampu meluruhkan sebuah kebulatan tekad untuk mencapat tujuan. Malam ini mulai posting lagi..Alhamdulillah...Di hari ke-22 bulan Ramadhan.....
Bulan yang penuh ampunan dan keberkahan. Namun apa daya, tampaknya bulan ini pun aku hanya mampu melaluinya tanpa makna...Astagfirullah....
Padahal kapan lagi berjumpa dengannya, setahun kemudian? Wallahu'alam bishowab...Semoga Allah memberikan umur panjang dan kesehatan agar bisa bertemu Ramadhan berikutnya dengan penuh ketakwaan...Amin, semoga